Budidayapembesaran kepiting bakau scylla tranquebarica (fabricius, 1798) hasil pembenihan pada lokasi tambak yang berbeda Jurnal morfologi kepiting rajungan pdf. Source: pembesaran kepiting bakau scylla tranquebarica (fabricius, 1798) hasil pembenihan pada lokasi tambak yang berbeda 4 full pdfs related to this
Dalambudi daya udang atau kepiting beronang dijadikan sebagai spesies kedua dalam polikultur. Beronang menjadi pengendali lumut dan berbagai fitoplankton di dalam tambak. Untuk polikultur kepiting bakau dan beronang, benih kepiting bakau berukuran 20-40 gr/ekor ditebar sebanyak 20.000/ha dan benih beronang sebanyak ekor/ha.
Kepitingselaku binatang larutan beramai-ramai kudapan yang disenangi dengan biasanya orang. Terutama insan Indonesia penyayang seafood. Meskipun banyak wong memisahkan ketam seumpama seafood, tetapi kelihatannya ketam sanggup hidup di beraneka jenis perairan.Banyak wong nang ingin mengembangbiakkan yuyu pada lahan larutan sendang atau cairan adem dalam alat terpal. Melainkan sebelumnya, Kita
Budidayakepiting sangat prospektif untuk di kembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Selama wilayah tersebut memiliki lahan tambak air payau. Makanan kepiting pada pembesaran sederhana ini hanyalah ikan-ikan liar yang ikut masuk ke dalam tambak atau tanaman-tanaman air yang tumbuh secara tidak sengaja atau daun-daun bakau yang terjatuh ke
KEPITINGDesember 31, 2007 in budidaya | 6 comments 04/11/04 - Lain-lain: pangsa pasar kepiting bakau (Scylla serrata) baik di dalam maupun di luar negeri adalah suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan.
Teknologibudidaya sangat diperlukan dalam pengembangan komoditas ini. Saat ini nelayan hanya meangkap, namun ada peluang untuk mengembangkan budidaya kepiting. Bibit yang digunakan dalam usaha budidaya pembesaran juga masih mengandalkan benih dari alam. Mengingat kondisi mangrove yang semakin membaik, kemelimpahan bibit kepiting di alam masih
dalambudidaya sangat susah ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kepiting lunak yang lebih pada kepiting. Kedalaman air tambak untuk molting dalam budidaya disarankan 70 cm ke atas, karena apabila kurang dari keranjang, ember dan golok untuk mencacah pakan wideng (kepiting batu) sebagai pakan. Pemberian pakan diberikan
Kepitingbakau (S. serrata Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya perikanan bernilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dibudidayakan. Pakan adalah faktor produksi yang penting dalam budidaya kepiting bakau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet yang berbeda ukuran bagi pertumbuhan kepiting
Kepitingbakau ( Scilla seratta) merupakan salah satu sumberdaya hayati perairan bernilai ekonomis tinggi, serta merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk di budidayakan.Jenis biota ini telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis (Giles, 2000). Kepiting bakau telah dikenal baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang
Waktupanen Budidaya Kepiting bakau Buat melakukan panen Kepiting, Kami menganjurkan memakai jaring. Sesudah itu, lekas ikat vcapit, kaki jalan, serta pula kaki renangnya supaya tidak saling mencapit dengan Kepiting yang lain. Cara ini dicoba saat sebelum kepiting dimasukkan dalam kolam penampungan.
BacaJuga : Jual Alat Budidaya Ikan dalam Ember. Catatan, apabila terjadi hal berikut : Nafsu makan ikan menurun. Air berbau busuk (NH3, H2S) Ikan mengantung (kepala diatas, ekor ke bawah) Ganti Air atau Sipon (Penyedotan kotoran di dasar ember dengan selang) Biasanya 10-14 Hari Sekali. Sedot air untuk penggantian 5-8 Liter, atau bisa lebih
Sebelumditabur sebaiknya udah dibiarkan beradaptasi di dalam ember baru kemudian ditabur ke kolam dengan kepadatan 80-100 ekor per meter persegi. 5. Perawatan dan Pemeliharaan. Perawatan dan pemeliharaan dalam budidaya udang vaname meliputi pemberian pakan dan perawatan kolam sebagimana cara budidaya ikan angelfish . Pemberian pakan
Sepertipada budidaya ikan lainya pembangunan kolam yang digunakan adalah dinding beton dan dasar pada kolamnya adalah tanah dengan ukuran 10 mx 5 mx 1,5 m. akan tetapi untuk ukuran dapat juga berfariasi tergantung lahan yang kita miliki kemudian kolam di lakukan pengeringan yang berfungsi untuk menghilangkan hama dan kuman / mikro organisme yang terkandung dalam kolam ikan budidaya.
Kegunaanpraktek lapang rekayasa akuakultur adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam melakukan budidaya kepiting lunak dengan memanfaatkan vitomolt. BAB II dilakukan dengan cara selektif dimana kepiting yang telah melepaskan kulit harus segera diambil dan dimasukkan kedalam ember yang telah diisi air. Kepiting akan segera ganti
KENDARI Suara Muhammadiyah - LPPM UM Kendari kembali melanjutkan program pengembangan desa mitra terkait potensi Desa Eelahaji Kabuapten Buton Utara sebagai sentra budidaya kepiting bakau.. Adapun pada tahun kedua ini difokuskan pada penataan produksi dan pemasaran kepiting bakau hasil budidaya. Program untuk tahun kedua ini di mulai Juni sampai Desember 2021.
Em6G. Kepiting lumpur Scylla serrata adalah salah satu portunid terbesar yang hidup di pantai dan rawa-rawa bakau serta tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik. Mereka umumnya hidup di hutan bakau dan toleran terhadap perubahan salinitas. Kepiting ini memiliki nilai ekonomi dan nutrisi yang tinggi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk produksi misalnya seperti kepiting hidup, kepiting cangkang lunak, daging kepiting, dan diolah menjadi berbagai bahan baku farmasi, karenanya ada banyak permintaan dan harga tinggi di pasar domestik dan internasional. Di Indonesia, karena kelezatannya dan ukurannya yang lebih besar, permintaan pasar terhadap kepiting ini meningkat khusunya di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatra, Papua, dan Papua Barat, serta Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis. Nelayan Asia Tenggara telah membudidayakan kepiting lumpur untuk waktu yang lama, yang didasarkan pada kepiting muda yang diambil dari penangkapan alam, dan digemukkan di kolam atau sungai pasang surut. Seperti yang telah dilakukan oleh para nelayan. Budaya kepiting di tambak menunjukkan beberapa kelemahan, seperti membutuhkan area yang luas, terpapar polusi, penetrasi sinar matahari yang tinggi akan ke kepiting, kanibalisme, kepiting yang melarikan diri dari tambak yang masih tinggi, kebiasaan menggali yang menyebabkan panen sulit, keamanan rendah, dan boros. Beberapa budaya komersial kepiting lumpur telah dilakukan tetapi kelangsungan hidup yang rendah telah menjadi hambatan utama untuk operasi komersial. Penyebab utama kematian pada S. serrata karena mereka dipelihara di kolam pemeliharaan komunal atau tangki. Dalam budaya kepiting dengan metode kolam pemeliharaan komunal, predasi intraspesifik merupakan sumber kematian yang penting, seperti Macrobrachium rosembergii, Homarus americanus, Cancer master, Cancer pagurus, Porcellana platycheles dan Paralithodes camtschaticus. Oleh karena itu, kanibalisme adalah salah satu alasan utama kegagalan dalam pengembangan metode budidaya untuk berbagai spesies kepiting. Dengan mempertahankan kepiting lumpur dalam wadah individu, kelangsungan hidup kepiting lumpur dapat ditingkatkan dibandingkan dengan kepiting yang dipelihara di kolam di mana kanibalisme sering terjadi. Perbaikan atau inovasi sistem budidaya kepiting melalui teknologi budidaya kepiting dalam kotak baterai yang direndam dalam kolam menunjukkan beberapa kelemahan, seperti tingkat kematian yang tinggi, penurunan kualitas air, terpaparnya sinar matahari, sistem resirkulasi air yang buruk, efisiensi lahan yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan kenyamanan kerja yang rendah. Kemudian, perlu untuk memperkenalkan sistem canggih dalam budidaya kepiting dengan mengoperasikan aliran atau resirkulasi fasilitas budidaya berbasis lahan. Sistem akuakultur kepiting dengan resirkulasi air dalam kandang wadah atau ember adalah sistem canggih yang menyediakan kandang budidaya individual untuk setiap kepiting untuk menghindari kepiting saling membunuh. Sistem ini dilengkapi dengan sistem air resirkulasi yang melewati filter air untuk memurnikan dan meningkatkan oksigen ke media kultur. Sistem resirkulasi akuakultur ini adalah alat yang diperlukan untuk menyediakan produksi akuakultur yang berkelanjutan dengan dampak lingkungan yang rendah. Sistem ini secara otomatis mengeluarkan kotoran dan sisa makanan untuk mempertahankan kualitas air yang baik di setiap wadah. Sistem akuakultur ini sangat berguna dalam mendukung pengembangan budidaya kepiting yang memiliki dampak positif dalam meningkatkan agroindustri kelautan, khususnya budidaya kepiting lumpur di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau yang dibudidayakan dalam sistem budidaya kepiting dengan resirkulasi air dalam wadah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi baru tentang sistem budidaya kepiting skala rumah tangga yang lebih efisien, ekologis, yang dapat menyelesaikan masalah budidaya kepiting tradisional. Kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium akuakultur di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pesisir Universitas Diponegoro, Jepara, Indonesia. Hewan percobaan yang digunakan adalah kepiting lumpur S. serrata dengan berat 73-87 g. Setiap kepiting ditempatkan secara terpisah di masing-masing ember kepiting, di mana 1 ember berisi 1 kepiting individu. Ember kepiting yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan diameter dan tinggi masing-masing 22 x 25 cm, dan dipasang dengan sistem akuakultur resirkulasi. Dua jenis sistem kandang kultur diterapkan sebagai percobaan. Pertama, kandang terbuka tanpa tutup ember diklasifikasikan dalam kelompok A dan kedua, kandang tertutup dengan tutup ember diklasifikasikan dalam Kelompok B. Pengamatan parameter dilakukan pada kemampuan bertahan hidup dan pertumbuhan kepiting lumpur. Kualitas air media kultur diukur dan dianalisis sebagai faktor pendukung. Data dianalisis menggunakan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tahan kepiting lumpur antara 63 hingga 79% selama 48 hari budidaya. Pertumbuhan absolut adalah antara 33 hingga 76 g atau 0,68 hingga 1,58 g/hari setelah periode kultur. Tingkat pertumbuhan spesifik kepiting lumpur berkisar antara 0,67 hingga 1,36%/hari. Parameter kualitas air media kultur dengan menggunakan sistem air resirkulasi masih dalam kisaran yang tepat untuk kehidupan kepiting lumpur. Disimpulkan bahwa penerapan sistem budidaya perikanan resirkulasi keranjang kepiting dapat memberikan harapan bagi pengembangan budidaya kepiting lumpur di masa depan. Penulis Agoes Soegianto Tulisan detail tentang riset ini dapat dilihat di Bambang Yulianto, Sunaryo, Nur Taufiq Ali Djunaedi, Subagiyo, Adi Santosa dan Agoes Soegianto. 2019. Survival and Growth of mud crab Scylla serrata Forsskål, 1775 reared in crab bucket recirculating aquaculture system. Ecology, Environment and Conservation Paper EM Interbational, Vol 25, July Suppl. Issue, 2019; Page No.S119-S128
Jika tidak diimbangi dengan upaya budidaya, ketersediaan kepiting bakau di alam menjadi berkurang. Bahkan bisa punah lebih cepat. Meski begitu, secara teknis pelaksanaan dari budidaya kepiting ini masih mengalami berbagai kendala baik itu dari segi pembenihan maupun masa tebar. Sedangkan untuk pembesaran kepiting bakau ini ada dua metode. Pertama, secara alami yang ditebar di tambak. Kedua, dengan cara terkontrol di crane box atau crab house. Metode lain dalam budidaya kepiting bakau yaitu dengan menggunakan sistem mina hutan atau dikenal juga istilah silvofishery, yaitu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Untuk mengurangi ketergantungan penangkapan kepiting bakau yang berlebihan di alam, salah satu solusi yang perlu dilakukan yaitu dengan melakukan budidaya. Jika tidak diimbangi dengan upaya tersebut, dikhawatirkan ketersediaan hewan yang mempunyai nama latin Scylla serrata menjadi berkurang di alam, bahkan kepunahan yang dihadapi bisa lebih cepat. Sebuah studi memaparkan, pemenuhan permintaan kepiting bakau yang sebagian besar dari tangkapan di alam kurang lebih 61,6%, sementara dari budidaya kurang lebih hanya 38,4%. Hal ini menyebabkan populasi kepiting mengalami penurunan sejak tahun 1990. Untuk itu, budidaya diyakini menjadi salah satu solusi. Meski begitu, secara teknis pelaksanaan dari budidaya kepiting ini masih mengalami berbagai kendala baik itu dari segi pembenihan maupun masa tebar. Supito 54 Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau BBPBAP di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan masalah umum yang sering dihadapi dalam budidaya kepiting ini adalah pada saat pembenihan. Kendala dalam kegiatan pembenihan yaitu karena masih tingginya tingkat mortalitas larva, terutama pada stadia zoea dan megalopa. Masalah utama yang dihadapi adalah masih rendahnya sintasan larva terutama pada stadia zoea. baca Setelah 7 Tahun, Kelompok Ini Berhasil Bibitkan Kepiting Bakau Kepiting yang berhasil dibudidayakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau BBPBAP di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Foto Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva kepiting masih rendah terutama di masa stadia zoea sampai dengan megalopa hanya sekitar 18-26%. Adapun penyebab kematian larva kepiting bakau ini karena berbagai faktor seperti molting syndrome atau gagal molting, jamur dan parasit, kanibalisme, morfologi abnormal dan tidak teridentifikasi. “Memang angka kehidupan pembenihan ini tidak bisa 100 persen. Misalnya satu ekor indukan dengan berat 300-500 gram bisa menghasilkan larva sekitar 500 ribu, tingkat keberhasilannya paling 5-10 persen,” kata Supito, Selasa 05/07/2022. Secara Alami Guna mengatasi tingkat kematian larva atau kegagalan dalam pembenihan budidaya kepiting, Supito menyebut pihaknya terus melakukan kajian, salah satunya dengan menambahkan gizi pada pakannya. Umumnya, pakan alami yang diberikan masa pemeliharaan larva kepiting bakau ini berupa rotifera dan artemia. Keduanya memiliki nutrisi yang cukup baik, mengandung asam-asam amino esensial dengan jumlah yang cukup. Sedangkan untuk meningkatkan ketebalan tubuh larva pengkayaan alaminya menggunakan Highly Unsaturated Fatty Acids atau HUFA. Selain itu, probiotik diperlukan untuk agar tidak terserang bakteri. Karena karakter kepiting yang bisa memakan sejenisnya itu, maka saat pemeliharaan stok larva perlu dikurangi dan dilakukan pengelompokan umur larva. baca juga Tambak Kepiting Ramah Lingkungan di Labuan Bajo Berdayakan Lahan Tidur Petugas mengecek kondisi indukan kepiting yang dibudidayakan di dalam ember plastic berukuran besar. Foto Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia Sedangkan untuk pembesaran kepiting bakau ini ada dua metode. Pertama, secara alami yang ditebar di tambak. Kedua, dengan cara terkontrol di crane box atau crab house. Kedua metode itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan menggunakan crab house atau dikenal rumah susun ini kelebihannya adalah siklus pertumbuhannya bisa lebih terkontrol, mencegah prilaku saling membunuh, pada masing-masing kotak pertumbuhan kepiting lebih maksimal. Selain itu, lebih aman terhadap perubahan alam seperti banjir. “Sambil menunggu perbaikan teknologi, kami juga menyarankan agar di daerah-daerah penangkapan kepiting yang bagus di Indonesia untuk melakukan pembenihan secara alami,” ujar pria yang pernah berdinas di Balai Budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan ini. Pembenihan secara alami yang dimaksud tersebut, ketika nelayan atau warga yang mencari kepiting mendapatkan kepiting betina harus dikembalikan lagi ke habitatnya, terlebih dalam kondisi sudah bertelur. Dengan catatan, dalam satu kawasan itu dibuatkan tempat untuk berkembangbiak, tempatnya bisa dengan membuat pagar dari bahan jaring berukuran 10×10 meter. Sedangkan mata jaring sekitar 1,5 inchi. Tujuannya agar hewan bercangkang keras ini tidak bisa keluar dan ditangkap nelayan atau warga yang tidak bertanggung jawab. Disaat pembenihan secara alami ini, kepiting tidak boleh diganggu. Untuk itu, peran masyarakat sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan. baca juga Para Perempuan Pencari Kepiting dari Hutan Mangrove Merauke Kolam tempat pendederan benih kepiting bakau. Foto Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia Pria kelahiran Magetan ini memperkirakan, jika indukan betina itu dikembalikan di alam dengan estimasi keberhasilan satu persen saja larva yang hidup, maka hasil yang didapat sudah 10 ribu ekor kepiting dewasa yang bisa ditangkap. “Kalau misalnya sekilo bisa isi empat ekor dalam satu persen yang hidup itu bisa menghasilkan kira-kira 2,5 ton kepiting dewasa,” bebernya. Biaya Investasi Bisa Ditekan Metode lain dalam budidaya kepiting bakau yaitu dengan menggunakan sistem mina hutan atau dikenal juga istilah silvofishery, yaitu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Untuk menambah penghasilan, pembudidaya bisa memelihara komoditas perairan ini disamping juga ada kewajiban dalam memelihara hutan mangrove. Prinsipnya yaitu perlindungan tanaman mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan. Triyanto, dkk dalam jurnal Pengembangan silvofishery kepiting bakau Scylla serrata dalam pemanfaatan kawasan mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, memaparkan, dibandingkan dengan teknik budidaya kepiting bakau dalam tambak, budidaya silvofishery di keramba tancap di mangrove ini mempunyai beberapa kelebihan. Secara alami kepiting bakau hidup dalam hutan mangrove, sehingga untuk memelihara kepiting bakau ini tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membuka mangrove, tetapi cukup dengan membuat pagar yang mengurung biota yang dipelihara. Dengan begitu biaya investasi bisa ditekan. baca juga Mengenal Rajungan, Si Kepiting yang Pandai Berenang Salah satu upaya yang dilakukan guna mengatasi tingkat kematian larva kepiting bakau yaitu dengan menambahkan gizi pada pakannya. Foto Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia Kelebihan lain yaitu hutan mangrove menyediakan kondisi fisik kimia lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan kepiting bakau, sehingga kemampuan dalam bertahan hidup survival tate lebih besar dibandingkan jika dipelihara dalam empang atau tambak. Selain itu, sistem kurungan bisa digunakan untuk pemeliharaan sementara bagi kepiting yang rendah mutunya menjadi kepiting yang berkualitas ekspor. Begitu juga dengan lahan kritis di kawasan mangrove, seperti tambak-tambak yang sudah produktif bisa digunakan lagi untuk budidaya silvofishery setelah dilakukan rehabilitasi. “Fungsi ekologis mangrove masih tetap terjaga, karena hutan mangrove tidak ditebang,” tulis Triyanto dalam jurnal terbitan tahun 2012 itu. Ilustrasi. Pelepasan kepiting hasil penyitaan di Bandara Ngurah Rai Bali. Pelepasan dilakukan di Kampung Kepiting, Tuban, Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia Artikel yang diterbitkan oleh ekologi pesisir, featured, hutang mangrove, jawa tengah, jepara, kepiting bakau, kesejahteraan nelayan, nelayan kecil, perikanan budidaya, Perikanan Kelautan, perikanan tangkap, satwa laut
Ilustrasi Crab Mentality oleh Aidatur RizqiyatiKepiting dalam Ember menurut Psikologi dan IslamKetika segerombolan kepiting hidup dimasukkan dalam satu wadah seperti ember, tentunya akan kita temukan kepiting-kepiting tersebut berebut untuk keluar. Kepiting-kepiting tersebut akan saling tarik menarik dan menginjak kepiting lain agar tujuannya dapat tercapai. Meskipun usaha untuk keluar itu belum tentu dapat kepiting dalam ember atau crab mentality akhirnya menjadi istilah kiasan dalam psikologi yang menggambarkan sebuah watak buruk manusia yang didasari oleh keegoisan dan perasaan iri terhadap pencapaian orang lain. Di mana mereka akan berlomba-lomba untuk menghalangi keberhasilan orang lain meskipun itu orang terdekatnya sendiri. Pribadi yang memiliki watak ini akan merasa tidak boleh ada orang lain yang melebihi kacamata kehidupan, sering kali kita temukan fenomena dari teori ini dalam bentuk-bentuk persaingan, mulai dari persaingan kelompok, individu, bahkan pada lingkup yang lebih luas lagi. Semua berkompetisi untuk menjadi pemenang, juara bahkan dalam perihal kedudukan di berbagai bidang. Sayangnya, hal ini dilakukan dengan proses yang tidak tepat, sebab menghalalkan berbagai cara untuk mencapai yang tertanam dalam teori kepiting dalam ember yaitu, “Jika saya tidak bisa meraih apa yang saya inginkan, Anda pun tidak dapat meraihnya pula.” Contohnya seperti mengajak teman untuk tidak mengerjakan tugas agar nantinya jika dihukum, ia tidak sendirian. Inilah salah satu penyebab seseorang memiliki mental geng. Teori kepiting dalam ember ini tentunya menghasilkan hubungan yang tidak sehat dan tidak menguntungkan pihak mana pun. Memang ada kemungkinan orang yang melakukannya akan mendapatkan untung, tetapi apa yang dilakukannya tidak memiliki jaminan akan bertahan lama. Hal ini dikarenakan apa yang ingin dilakukan didasari dengan niatan yang tidak akan kekalahan, malu jika merasa sendirian, tuntutan dari pengharapan orang-orang, harga diri yang rendah, perasaan iri akan pencapaian, gengsi akan kegagalan, menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya teori kepiting dalam ember. Hingga apa yang dihasilkan karena hal ini pun tidak murni karena ingin mencapai keberhasilan, tetapi dikarenakan ingin menjatuhkan lawan. Ironinya, tak melulu tentang lawan, tetapi juga buruk ini tentunya bertentangan dengan firman Allah Swt. dalam surah an-Nahl ayat 90 yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”Allah Swt. memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam semua aspek kehidupan. Adil dalam segala aspek kehidupan serta melaksanakan perintah Allah dan berbuat ihsan. Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, mewujudkan kesamaan dan keseimbangan di antara hak dan orang memiliki kesempatan untuk berhasil, maka dalam surah an-Nahl tersebut melarang perbuatan keji, mungkar, serta hal-hal yang memicu permusuhan dan pertikaian. Semua dilakukan agar tidak menimbulkan kekacauan, ketidakadilan, bahkan kegoncangan di masyarakat. Hilangnya empati, putusnya persaudaraan, keinginan untuk menjatuhkan orang lain, mengakarnya rasa iri, dengki, hingga keegoisan dalam hati manusiam, dan segala bentuk kezaliman lainnya dapat menimbulkan kehancuran bagi umat kehidupan acap kali tak sejalan dengan apa yang kita inginkan. Setiap apa yang—kita—sebagai manusia usahakan belum tentu dapat berhasil saat itu juga. Manusia hanya dapat berencana, berusaha dan berdoa, sisanya Tuhan yang menentukan. Selalu ada hikmah di balik kejadian yang kita hadapi, baik itu kejadian bahagia, juga kejadian yang dapat membuat kita yang dapat kita lakukan dalam sebuah persaingan sehat adalah saling mendoakan agar apa yang telah tercapai menjadi berkah, ikhlas, bersabar dan tidak berkecil hati. Sebab Tuhan telah memberikan kita kelebihan dengan porsinya masing-masing dan tidak merasa dengki akan keberhasilan yang telah diraih. Kita boleh saja iri, tetapi iri yang tidak menjadikan kita berbuat culas. Iri yang dimaksud adalah iri yang dapat menjadikan kita bergerak maju dan membuat kita memiliki semangat untuk terus melakukan kebajikan.
Kepiting lumpur Scylla serrata adalah salah satu portunid terbesar yang hidup di pantai dan rawa-rawa bakau serta tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik. Mereka umumnya hidup di hutan bakau dan toleran terhadap perubahan salinitas. Kepiting ini memiliki nilai ekonomi dan nutrisi yang tinggi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk produksi misalnya seperti kepiting hidup, kepiting cangkang lunak, daging kepiting, dan diolah menjadi berbagai bahan baku farmasi, karenanya ada banyak permintaan dan harga tinggi di pasar domestik dan internasional. Di Indonesia, karena kelezatannya dan ukurannya yang lebih besar, permintaan pasar terhadap kepiting ini meningkat khusunya di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatra, Papua, dan Papua Barat, serta Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis. Nelayan Asia Tenggara telah membudidayakan kepiting lumpur untuk waktu yang lama, yang didasarkan pada kepiting muda yang diambil dari penangkapan alam, dan digemukkan di kolam atau sungai pasang surut. Seperti yang telah dilakukan oleh para nelayan. Budaya kepiting di tambak menunjukkan beberapa kelemahan, seperti membutuhkan area yang luas, terpapar polusi, penetrasi sinar matahari yang tinggi akan ke kepiting, kanibalisme, kepiting yang melarikan diri dari tambak yang masih tinggi, kebiasaan menggali yang menyebabkan panen sulit, keamanan rendah, dan boros. Beberapa budaya komersial kepiting lumpur telah dilakukan tetapi kelangsungan hidup yang rendah telah menjadi hambatan utama untuk operasi komersial. Penyebab utama kematian pada S. serrata karena mereka dipelihara di kolam pemeliharaan komunal atau tangki. Dalam budaya kepiting dengan metode kolam pemeliharaan komunal, predasi intraspesifik merupakan sumber kematian yang penting, seperti Macrobrachium rosembergii, Homarus americanus, Cancer master, Cancer pagurus, Porcellana platycheles dan Paralithodes camtschaticus. Oleh karena itu, kanibalisme adalah salah satu alasan utama kegagalan dalam pengembangan metode budidaya untuk berbagai spesies kepiting. Dengan mempertahankan kepiting lumpur dalam wadah individu, kelangsungan hidup kepiting lumpur dapat ditingkatkan dibandingkan dengan kepiting yang dipelihara di kolam di mana kanibalisme sering terjadi. Perbaikan atau inovasi sistem budidaya kepiting melalui teknologi budidaya kepiting dalam kotak baterai yang direndam dalam kolam menunjukkan beberapa kelemahan, seperti tingkat kematian yang tinggi, penurunan kualitas air, terpaparnya sinar matahari, sistem resirkulasi air yang buruk, efisiensi lahan yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan kenyamanan kerja yang rendah. Kemudian, perlu untuk memperkenalkan sistem canggih dalam budidaya kepiting dengan mengoperasikan aliran atau resirkulasi fasilitas budidaya berbasis lahan. Sistem akuakultur kepiting dengan resirkulasi air dalam kandang wadah atau ember adalah sistem canggih yang menyediakan kandang budidaya individual untuk setiap kepiting untuk menghindari kepiting saling membunuh. Sistem ini dilengkapi dengan sistem air resirkulasi yang melewati filter air untuk memurnikan dan meningkatkan oksigen ke media kultur. Sistem resirkulasi akuakultur ini adalah alat yang diperlukan untuk menyediakan produksi akuakultur yang berkelanjutan dengan dampak lingkungan yang rendah. Sistem ini secara otomatis mengeluarkan kotoran dan sisa makanan untuk mempertahankan kualitas air yang baik di setiap wadah. Sistem akuakultur ini sangat berguna dalam mendukung pengembangan budidaya kepiting yang memiliki dampak positif dalam meningkatkan agroindustri kelautan, khususnya budidaya kepiting lumpur di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau yang dibudidayakan dalam sistem budidaya kepiting dengan resirkulasi air dalam wadah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi baru tentang sistem budidaya kepiting skala rumah tangga yang lebih efisien, ekologis, yang dapat menyelesaikan masalah budidaya kepiting tradisional. Kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium akuakultur di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pesisir Universitas Diponegoro, Jepara, Indonesia. Hewan percobaan yang digunakan adalah kepiting lumpur S. serrata dengan berat 73-87 g. Setiap kepiting ditempatkan secara terpisah di masing-masing ember kepiting, di mana 1 ember berisi 1 kepiting individu. Ember kepiting yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan diameter dan tinggi masing-masing 22 x 25 cm, dan dipasang dengan sistem akuakultur resirkulasi. Dua jenis sistem kandang kultur diterapkan sebagai percobaan. Pertama, kandang terbuka tanpa tutup ember diklasifikasikan dalam kelompok A dan kedua, kandang tertutup dengan tutup ember diklasifikasikan dalam Kelompok B. Pengamatan parameter dilakukan pada kemampuan bertahan hidup dan pertumbuhan kepiting lumpur. Kualitas air media kultur diukur dan dianalisis sebagai faktor pendukung. Data dianalisis menggunakan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tahan kepiting lumpur antara 63 hingga 79% selama 48 hari budidaya. Pertumbuhan absolut adalah antara 33 hingga 76 g atau 0,68 hingga 1,58 g/hari setelah periode kultur. Tingkat pertumbuhan spesifik kepiting lumpur berkisar antara 0,67 hingga 1,36%/hari. Parameter kualitas air media kultur dengan menggunakan sistem air resirkulasi masih dalam kisaran yang tepat untuk kehidupan kepiting lumpur. Disimpulkan bahwa penerapan sistem budidaya perikanan resirkulasi keranjang kepiting dapat memberikan harapan bagi pengembangan budidaya kepiting lumpur di masa depan. Penulis Agoes Soegianto Tulisan detail tentang riset ini dapat dilihat di Bambang Yulianto, Sunaryo, Nur Taufiq Ali Djunaedi, Subagiyo, Adi Santosa dan Agoes Soegianto. 2019. Survival and Growth of mud crab Scylla serrata Forsskål, 1775 reared in crab bucket recirculating aquaculture system. Ecology, Environment and Conservation Paper EM Interbational, Vol 25, July Suppl. Issue, 2019; Page No.S119-S128
budidaya kepiting dalam ember